Senin, 29 Juni 2009
Minggu, 07 Juni 2009
Teorema Sajadah
Karakter amal manusia ternyata beraneka ragam jenisnya. Ada tipe orang yang ikhlas pada tataran yang mulia, ada tipe orang yang riya’ pada tataran yang hina. Kiranya di antara kita pernah sholat jamaah di masjid. Ada kalanya orang datang dengan pakaian seadanya. Ada juga yang datang dengan persiapan secukupnya, ada juga yang datang dengan persiapan matang, mulai dari berwudhu, berhias, memakai pengharum dan juga membawa perlengkapan tambahan yaitu sajadah.
Ada pemikiran sederhana yang hendak saya sampaikan, karakter manusia akan terlihat dari cara dia memakai sajadah saat sholat jamaah. Terdapat empat posisi yang mungkin dari sebuah sajadah. Masing-masing membawa sifat yang berbeda pula. Saya akan mencoba mengulas satu-persatu.
Pertama, sajadah yang dipakai sendiri di saat orang di samping tidak memakainya. Kedua, sajadah yang dipakai berdua dengan posisi kepala sajadah untuk kita sedang posisi kaki sajadah untuk kawan kita. Ketiga, sajadah yang kita bagi dua dengan posisi kepala untuk sahabat kita sedang posisi kaki sajadah untuk kita. Keempat, sajadah yang kita persilahkan orang memakainya karena kita merasa tidak
membutuhkannya.
Untuk yang pertama kalau tidak ada uzur syar’I maka menunjukkan sifat kikir seseorang terhadap harta. Orang tersebut cenderung sukar untuk berbagi rizki, baginya harta ini milikku karena itu terserah aku yang memanfaatkannya. Bahkan kemungkinan terburuk orang tersebut tergolong sombong dan membanggakan kekayaannya di antara saudara muslimnya yang kekurangan. Anda lihat sendiri beraneka ragam sajadah yang beredar di pasaran, tentu saja hanya orang-orang kaya saja yang bisa membeli sajadah dengan kualitas terbaik. Namun demikian tidak semua yang memakai sajadah sendiri, demikian sifatnya, karena ada satu alasan khusus mungkin dengan terpaksa dia memakai sendiri sajadahnya. Untuk yang kedua barang kali rata-rata kita sudah mulai ada kesadaran untuk berbagi, ada tahapan kemuliaan akhlak disini. Tentu saja sudah merupakan sikap positif untuk memaknai arti sholat jamaah. Kepedulian terhadap sesama adalah konsep utama agama Islam. Karena tujuan utama adalah Rohmatan lil ‘Alamin.
Untuk yang ketiga adalah derajat tertinggi sebuah amal. InsyaAllah dengan cara memberi yang terbaik bagi sahabat kita akan menjadikan latihan keikhlasan. Kenapa demikian. Karena ternyata kebahagiaan yang haqiqi adalah ketika orang tidak menomorsatukan dirinya. Melainkan menomorsatukan Allah dan Rosulnya. Sedang Allah menjelaskan dalam firman-Nya “engkau tidak akan mencapai kebajikan yang sempurna sampai engkau mau nafkahkan harta yang engkau sukai bagi saudaramu. Dan apa saja yang engkau nafkahkan, sesungguhnya Allah maha Mengetahui”. Ingatlah memberi yang terbaik adalah tahapan untuk mencapai kebajikan yang sempurna.
Untuk yang keempat justru berlaku sebaliknya, kemungkinan terbesar orang yang melakukan ini adalah orang yang Riya’. Jadi bukan sebenarnya dia untuk berbagi, melainkan untuk pamer dan ingin dipuji bahwa dia termasuk orang yang baik hati.
Entahlah, pemikiran ini salah atau benar. Karena memang kebenaran sejati hanya milik-Nya. Sedang tugas kita adalah bagaimana merepresentasikan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an. Semoga jadi sebuah wacana untuk memperbaiki amalan kita. Serta Allah Ridho dan menggolongkan kita dalam kafilah orang-orang Muhlisin… amien
Ada pemikiran sederhana yang hendak saya sampaikan, karakter manusia akan terlihat dari cara dia memakai sajadah saat sholat jamaah. Terdapat empat posisi yang mungkin dari sebuah sajadah. Masing-masing membawa sifat yang berbeda pula. Saya akan mencoba mengulas satu-persatu.
Pertama, sajadah yang dipakai sendiri di saat orang di samping tidak memakainya. Kedua, sajadah yang dipakai berdua dengan posisi kepala sajadah untuk kita sedang posisi kaki sajadah untuk kawan kita. Ketiga, sajadah yang kita bagi dua dengan posisi kepala untuk sahabat kita sedang posisi kaki sajadah untuk kita. Keempat, sajadah yang kita persilahkan orang memakainya karena kita merasa tidak
membutuhkannya.
Untuk yang pertama kalau tidak ada uzur syar’I maka menunjukkan sifat kikir seseorang terhadap harta. Orang tersebut cenderung sukar untuk berbagi rizki, baginya harta ini milikku karena itu terserah aku yang memanfaatkannya. Bahkan kemungkinan terburuk orang tersebut tergolong sombong dan membanggakan kekayaannya di antara saudara muslimnya yang kekurangan. Anda lihat sendiri beraneka ragam sajadah yang beredar di pasaran, tentu saja hanya orang-orang kaya saja yang bisa membeli sajadah dengan kualitas terbaik. Namun demikian tidak semua yang memakai sajadah sendiri, demikian sifatnya, karena ada satu alasan khusus mungkin dengan terpaksa dia memakai sendiri sajadahnya. Untuk yang kedua barang kali rata-rata kita sudah mulai ada kesadaran untuk berbagi, ada tahapan kemuliaan akhlak disini. Tentu saja sudah merupakan sikap positif untuk memaknai arti sholat jamaah. Kepedulian terhadap sesama adalah konsep utama agama Islam. Karena tujuan utama adalah Rohmatan lil ‘Alamin.
Untuk yang ketiga adalah derajat tertinggi sebuah amal. InsyaAllah dengan cara memberi yang terbaik bagi sahabat kita akan menjadikan latihan keikhlasan. Kenapa demikian. Karena ternyata kebahagiaan yang haqiqi adalah ketika orang tidak menomorsatukan dirinya. Melainkan menomorsatukan Allah dan Rosulnya. Sedang Allah menjelaskan dalam firman-Nya “engkau tidak akan mencapai kebajikan yang sempurna sampai engkau mau nafkahkan harta yang engkau sukai bagi saudaramu. Dan apa saja yang engkau nafkahkan, sesungguhnya Allah maha Mengetahui”. Ingatlah memberi yang terbaik adalah tahapan untuk mencapai kebajikan yang sempurna.
Untuk yang keempat justru berlaku sebaliknya, kemungkinan terbesar orang yang melakukan ini adalah orang yang Riya’. Jadi bukan sebenarnya dia untuk berbagi, melainkan untuk pamer dan ingin dipuji bahwa dia termasuk orang yang baik hati.
Entahlah, pemikiran ini salah atau benar. Karena memang kebenaran sejati hanya milik-Nya. Sedang tugas kita adalah bagaimana merepresentasikan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an. Semoga jadi sebuah wacana untuk memperbaiki amalan kita. Serta Allah Ridho dan menggolongkan kita dalam kafilah orang-orang Muhlisin… amien
Kamis, 04 Juni 2009
Rabu, 03 Juni 2009
Langganan:
Postingan (Atom)